Hari ini aku telah memesan sebuah PlayBook. Setelah sekian lama menimbang-nimbang untuk memiliki komputer tablet, maka hari ini pilihanku telah jatuh ke gadget buatan RIM itu.

Ada banyak sekali pilihan tablet saat ini, dari yang terkenal karena telah lebih dulu merintis dan mendominasi pasar, yaitu iPad buatan Apple, kemudian disusul Galaxy dari Samsung yang mengusung Android sebagai operating systemnya. Masing-masing memiliki keunggulan yang sempat membuat para konsumen kebingungan mau memilih yang mana.

Pilihan hati saya justru jatuhnya ke PlayBook, yang belum banyak diminati orang. Mungkin begitulah saya, kalau memilih gadget justru yang jarang orang memilihnya. Tapi alasan sebenarnya bukan semata-mata menjadi penggemar minoritas, melainkan spesifikasinya yang memang pas banget buat saya.

Sebelum PlayBook hadir, saya telah memperhatikan banyak tablet, bahkan sejak pertama hadirnya iPad. Saya selalu mengikuti perkembangan tablet dan membayangkan sebuah tablet ideal dengan spesifikasi tertentu yang ternyata ada pada PlayBook.

Saya juga telah melihat iPad kepunyaan teman saya, menyentuh Samsung Galaxy kepunyaan teman yang lain, sempat jalan-jalan ke toko dan bertemu Iconia dari Acer, Transformers dari Asus, serta beberapa tablet seperti ZTE, Axioo, dan beberapa produk lokal yang entah apa saja namanya.

Melihat semua itu, saya berharap ada sebuah tablet yang ukuran layarnya tidak terlalu lebar, desain yang indah, prosesor yang kuat, memori yang besar, serta storage yang cukup leluasa untuk penyimpanan data, serta tidak perlu menyediakan slot SIM card karena saya tidak akan menggunakan gadget ini untuk menelpon.

Akhirnya gadget impian itu hadir ke negeri ini, belum lama yaitu limabelas hari yang lalu, pertengahan bulan Juli ini. Sampai akhir bulan ini saya masih harus sabar menunggu, barangkali saja dia akan masuk hingga ke kota dimana saya tinggal. Tetapi di Gorontalo, sebuah kota kecil yang mustahil akan menyediakan gadget canggih yang jarang peminat ini, saya tentu harus tetap membelinya melalui seorang teman yang tinggal di Jakarta atau sekitarnya.

Artinya, saya benar-benar sadar bahwa gadget ini kurang peminat oleh karena alasan yang sangat umum. Demikian juga konsekuensi kalau ada keluhan yang berkaitan dengan kinerja ataupun kecacatan yang tidak diharapkan, tidak ada tempat lokal yang bisa memfasilitasi komplain saya.


Samsung Galaxy Tab
 Sebelum terkabar PlayBook hadir tgl 16 Juli 2011, saya sudah benar-benar kebelet ingin punya tablet dan hampir menjatuhkan pilihan ke Samsung Galaxy. Lantaran waktu itu PlayBook tidak kunjung hadir dan hanya namanya saja yang terus menggaung, malah saya kira tidak jadi datang.

Saya juga sempat membaca beberapa ulasan tentang  Operating System (OS) Android yang dipakai di Galaxy, sampai ke perkembangan terakhirnya yang diberi nama Honeycomb, seperti yang saat ini digunakan di Iconia dan Transformer. OS ini lumayan bagus eksistensinya, karena lebih terbuka dan banyak dikembangkan. Akan banyak aplikasi yang dibangun di atas platform ini, sehingga memilih Android akan banyak kemungkinan menikmati beragam aplikasi pada tablet berplatform Android. Meskipun kenyataannya, iOS milik Apple yang ada di iPad juga masih lebih kuat posisinya, aplikasinya lebih banyak dan tentunya lebih seru.

iPad dari Apple
Tapi sekali lagi, iPad tidak jadi pilihan karena layarnya terlalu besar. Juga tidak mendukung FlashPlayer yang ada di kebanyakan situs-situs sekarang ini. Samsung Galaxy dengan layar yang ukurannya sangat ideal dan mendukung FlashPlayer, ternyata memiliki slot SIM card yang mengharuskan saya "memelihara" operator lagi. Saat ini saya memiliki satu SIMcard untuk Ponsel dan satu untuk BlackBerry, rasanya sudah terlalu banyak, tidak akan menambah lagi.

Transformers EEE Pad dari Asus.
Bisa bertransformasi jadi Laptop
Sangat senang sekali mendengar adanya aplikasi jembatan BlackBerry Bridge, yang menghubungkan PlayBook dengan pesawat BlackBerry. Jadi cukup satu SIM card dipasang di pesawat BlackBerry, koneksi ke PlayBook hanya tinggal sinkronisasi saja. Jadi kemampuan BlackBerry melakukan push email, pesan messenger, dan sebagainya akan ditampilkan dalam layar lebar PlayBook. Sehingga saya tidak perlu merasa memiliki banyak gadget.

Banyak pihak merekomendasi aku memilih selain PlayBook, termasuk teman yang saya titipin untuk pesen, maupun dari toko tempat dia pesen. Tapi saya yakin, mereka belum banyak tahu tentang PlayBook, dan mereka hanya tahu tentang apa yang menjadi pilihan banyak orang seperti iPad dan Galaxy.

Alasan cukup masuk akal. Diantaranya: Operating System QNX dari Playbook ini relatif baru, tidak tahu perkembangannya ke depan seperti apa. Karena selama ini  Operating System yang digadang-gadang akan berkembang adalah Android. Saya tidak termasuk orang yang memahami OS. Selama ini saya hanya mengenal Windows untuk laptop saya. Jadi OS untuk tablet, saya tidak begitu menghiraukan. Hanya saja RIM memberi harapan bahwa kedepan semua aplikasi yang berjalan di atas Android akan bisa beroparasi juga di dalam PlayBook. Katanya sih, akan ada aplikasi yang disebut Android Player di atas OS QNX kepunyaan PlayBook. Tapi jangan salah, ini bukan pertimbangan saya memilih PlayBook. Rasanya saya sudah sedemikian tolol kalau memilih suatu produk hanya karena janji-janji untuk masa yang akan datang.

Karena masih baru, maka aplikasi yang akan berjalan di atas OS QNX ini juga masih jarang. Tidak seperti Apple yang telah memiliki sejumlah aplikasi berlimpah di AppStore miliknya, demikian juga Android Store. Saya juga tidak akan terlalu gila menanam sekian banyak aplikasi didalam tablet pribadi saya. Bagi saya adanya aplikasi kantoran seperti Office dan beberapa game sudah cukup.

Yang penting bagi saya, tablet itu bisa konek ke BlackBerry saya dan mengakses semua data di dalamnya, termasuk data yang saya download dari e-mail, data kontak, maupun kontak BBM. Jadi, PlayBook pilihannya. Saya yakin dengan tampilan fisik yang menawan dan harga yang lumayan dalem saya ngrogoh koceknya, saya akan bahagia memilikinya. Saya sudah pesan, tinggal menunggu minggu ini dia datang. Bismillah!

0 komentar: